1.Kurangnya Kesadaran Warga akan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Tim II KKN saat mengunjungi industry batu-bata
Pada hari Senin (21/7) Tim II KKN
UNDIP keliling Desa untuk mencari potensi
- potensi yang dimiliki Desa Salakbrojo. Pencarian kami terhenti pada area
Industri pembuatan batu-bata. Kami melakukan wawancara dan observasi mengenai
proses pembuatan batu bata yang ada di Desa Salakbrojo. Industri batubata yang
kami kunjungi dapat dikatakan sebagai industri yang cukup besar, karena setelah
proses pembuatan, batu-bata langsung diangkut oleh truk untuk didistribusikan ke
pembeli yang kebanyakan disekitar Pekalongan.
Hal yang sangat disayangkan adalah belum
adanya Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai bagi pekerja batu-bata. Padahal
proses pembuatan batu-bata merupakan pekerjaan berat dan menghasilkan limbah debunya
sangat banyak. Namun para pekerja terlihat biasa saja dan seperti tidak terganggu
dengan limbah debu tersebut. Akhirnya Tim II KKN UNDIP melakukan sosialisasi mengenai
pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk industry batu-bata serta pembagian
masker kepada para pekerja.
Tim II KKN saat membagikan masker
kepada pekerja industri batu-bata
2. Potensi Desa Salakbrojo
Pada
hari Senin (21/7) Tim II KKN UNDIP melakukan keliling Desa untuk mencari potensi
- potensi yang dimiliki Desa Salakbrojo. Kemudian Tim kami mengunjungi industry
konveksi celana jeans milik ibu Rina di desa Salakbrojo. Salah satu potensi
yang menonjol di Desa Salakbrojo adalah konveksi, hampir setiap rumah memiliki usaha
konveksi sendiri. Industri Konveksi milik Ibu Rina ini merupakan industri yang
cukup besar di Desa Salakbrojo. Kami melakukan wawancara langsung dengan pemilik industry beberapa informasi
kami dapatkan yaitu berupa daerah pemasaran produk jeans yaitu di daerah
Jakarta dan Yogyakarta, belum adanya pembukuan yang jelas untung-rugi sederhana.
Dari Tim II KKN UNDIP kemudian menjelaskan pembukuan sederhana untung-rugi agar
pemilik industry dapat mengetahui jumlah untung-rugi dari usaha mereka. Kemudian
kami melihat bagian produksi industri jeans milik ibu Rina. Ibu rine tergolong
kedalam konveksi yang cukup besar/menengah karena memiliki pegawai lebih dari
sepuluh orang.
3. Perintisan
BonLe (Abon Lele) di DesaSalakbrojo
Tim II KKN Undip saat
melakukan sosialisasi Abon Lele
Pada
hari Senin (19/7) Tim II KKN UNDIP melakukan sosialisasi wirausaha mandiri kepada
ibu-ibu PKK Desa Salakbrojo dan melakukan perintisan usaha Abon Lele. Ibu-Ibu
PKK terlihat antusias dengan sosialisasi dari Tim II KKN UNDIP hal ini dapat
dilihat dari banyaknya pertanyaan seputar abon lele. Kemudian Ibu-ibu PKK
meminta Tim II KKN UNDIP untuk melakukan praktek bersama pada hari Minggu
(21/7). Tim II KKN UNDIP dengan senang hati mendampingi ibu-ibu PKK untuk praktek
pembuatan abon lele.
Pada
hari Minggu (21/7) sehabis tarawih, Tim II KKN UNDIP bersama-sama Ibu-ibu PKK
melakukan praktek pembuatan abon lele di balai desa. Kali ini jumlah Ibu-ibu
yang hadir lebih banyak dibandingkan saat sosialisasi pada hari Senin (19/7) pada
sosialisasi sebelumnya, ibu-ibu terlihat antusias dan senang dengan adanya praktek
pembuatan abon lele. Ibu-ibu belajar bersama dari cara pengupasan kulit lele, mengukus
lele sampai pembuatan abon lele. Sembari menunggu abon lele matang, Tim II KKN
UNDIP mensosialisasi cara pengemasan serta cara pemasaran abon lele supaya menjadi
ciri khas produk Desa Salakbrojo sendiri. Setelah abon lele matang, Ibu-ibu PKK
membawa abon lele hasil masakan Ibu-ibu PKK bersama Tim II KKN UNDIP agar dapat
dicicipi oleh keluarga dirumah.
Antusiasme Ibu-ibu PKK saat memasakBonLe (AbonLele)
4.Penjemuran
kain batik setelah pewarnaan
Rabu
(24/7) Tim KKN II UNDIP di desa Salakbrojo, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten
Pekalongan berkeliling desa. Saat berkeliling desa kami melihat kegiatan yang
cukup menarik perhatian kami, ada sekelompok warga yang sedang melebarkan
beberapa kain di atas rumput, yang lokasinya berada di lapangan desa
Salakbrorjo. Kami yang melihat kegiatan tersebut tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang tersebut, karena jumlah
kain yang dijemur tidak sedikit jumlahnya yaitu sekitar 50 lembar kain dengan
panjang 8 meter per lembar.
Ternyata
yang dilakukan oleh warga tersebut adalah melakukan penjemuran kain yang masih basah setelah pewarnaan.
Setelah kami bercakap-cakap dengan warga tersebut kain tersebut awalnya dari
kain putih (kain mori) yang diwarnai dengan metode cap seperti yang ditunjukan
pada foto yang ada diatas. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan dari rangkaian
konveksi rumahan, kain mori putih diwarnai dengan cap untuk memberikan motif
batik yang seperti ditunjukkan pada foto diatas. Begitulah yang dituturkan oleh
salah seorang warga yang sedang menjemur kain.